Sabtu, 17 Mei 2008

BERANGKAT KE BAITULLAH

Di bawah ini adalah pengalaman spritual haji yang sangat menarik daripasangan suami isteri Budi Hikmat dan Adelina Syarif yang dipostingkanke Milis Wanita Muslimah dan saya forwardkan ke milis ini ataspersetujuan pengirimnya (Mbak Adelina). Menurut hemat saya pengalaman Mas Budi Hikmat dan Mbak Adelina Syarifini tidak hanya bermanfaat bagi para netters di milis ini yang akanmenunaikan ibadah haji pada musim haji 1424 H, tetapi juga bagi kaummuslimin dan ummat beriman lainnya. Saya percaya pengalaman spritual yang dialami Mas Budi Hikmat dan MbakAdelina Syarif tidak hanya bisa ditemui dalam peribadatan khusus sepertiperjalanan haji saja, tetapi juga bagi setiap insan yang melakukankegiatan peribadatan dan muamalah dengan tulus dan hanya semata karenaAllah. Selamat berpuasa bagi yang menjalankannya Wassalam, Anaswir KESAKSIAN SPIRITUAL HAJI Tiba-tiba kurasakan tangannya tersentak hingga jabat tangan kamiterlepas. "Rezekimu untuk berangkat haji telah disiapkan. Nanti jugasemua pengeluaranmu akan diganti?" Aku hanya terdiam. Kupikir ada carauntuk menguji ucapannya? bahkan untuk membuktikan apakah agama dan Tuhanyang selama ini kupercaya bukanlah dusta: Akan kukatakan kepada banyakorang bahwa aku akan berangkat haji. Tahun ini! Panjar ONH Dibayar Mertua Kerinduan berangkat haji semakin menguat setelah adikku dan istrinyaberhaji menyusul Ibu dan Bapak yang sudah berangkat tahun sebelumnya.Salah satu cara merawat kerinduan itu dengan memasang hiasan keramikbergambar Masjidil Haram di dinding mushola rumah. Namun, berdasarkanproyeksi kondisi keuangan, kami mungkin baru dapat berangkat tahun 2002.Ketika mendengar pertimbangan kami, bapak mertua tegas berkata:"Berangkatlah kalian haji tahun ini. Bapak beri pinjaman untuk panjarONH kalian berdua." Setelah membayar panjer ONH suami istri US$2000, akumemperingatkan istri untuk kemungkinan menjual mobil Kijang Krista gunamenutupi ongkos haji. Ongkos Hajimu Sudah Disiapkan! Aku tertarik untuk meminta doa kepada seorang Ustadz yang materi kutbahJumatnya sangat menyentuh. Aku menandai Ustaz itu. Sebab, pernah tigakali sholat Jumat secara berturut-turut, di kota yang berbeda, surat AlA?laa dan Ghaasyiyah dibacakan dalam sholat. Dan Ustadz itu imam sholatyang ketiga dengan bacaan serupa. Sembari memberi salam, aku mengulurkanjabat tangan, "Pak Ustadz, saya ingin sekali naik haji. Tolong doakansaya?. Wajah Ustadz itu nampak teduh saat memejamkan matanya. Berdoa. Tiba-tibakurasakan tangannya tersentak hingga jabat tangan kami terlepas."Rezekimu untuk berangkat haji telah disiapkan. Nanti juga semuapengeluaranmu akan diganti..." Ustadz itu nampak demikian yakin. Tetapi tak urung keraguan meliputiku.Bagaimana mungkin dengan kondisi bisnis di kantor yang sedang menurun?Aku hanya terdiam. Kupikir ada cara untuk menguji ucapannya? bahkanuntuk membuktikan apakah agama dan Tuhan yang selama ini kupercayabukanlah dusta: Akan kukatakan kepada banyak orang bahwa aku akanberangkat haji. Tahun ini! "Ramalan" Ustaz itu tidak hanya kusampaikankepada istriku, tetapi juga kepada mertua, sanak saudara danteman-teman. Aku sengaja mengikat diriku dengan beban. Dan aku inginmenyaksikan bagaimana beban yang melilitku itu dilepaskan. Akhir Tahun Menegangkan Sebagaimana karyawan lain, 23 Desember 2000 adalah hari yang menegangkanbagiku. Sebab pada hari itu akan diumumkan keputusan manajemenperusahaan terkait dengan THR dan bonus. Aku gelisah sejak dini hari dan selama makan sahur. Biaya ONH harussegera dilunasi dalam beberapa hari kemudian. Setelah subuh aku tidakingin tidur. Istriku memahami kekegelisahanku. Kami harus rela menjualmobil untuk menutupi ongkos haji. Akhirnya kami putuskan untuk pasrahsaja. Kami isi waktu dengan jalan-jalan pagi di sekitar kompleks sambilmengarang lagu Islami untuk anak-anak. Aneh, inspirasi mengarang lagudemikian lancar mengalir. Setiba kembali di rumah aku menulis bait-baikitu dengan komputer dan mencetaknya untuk dibagi kepada teman-teman. Aku terlambat tiba di kantor. Tidak sempat ikut rapat pagi. Melewatiruangan atasan dengan sungkan. Terbersit prasangka negatif saattangannya melambai memanggilku. Duh, mau diapain aku? Rupanya ia ingin mengajakku bicara mengenai hal yang paling ditunggusemua orang hari itu. Atasanku belum lama mengisi jabatan di bagianku.Aku dimintai saran sebab menurutnya aku staff paling senior. Dia belumtahu cara menyampaikan kepada bawahannya keputusan manajemen perusahaanmengenai THR dan bonus serta pesan pimpinan tertinggi. Kepadanyakusarankan untuk memanggil karyawan satu per satu masuk ke dalamruangannya untuk diberikan penjelasan secara pribadi. Atasankumengganguk setuju. Karena aku sudah berada di ruangannya, dia memutuskanmenjadikanku bawahan pertama yang menerima penjelasan. Kepuasanhakikatnya adalah posisi relatif antara harapan dan kenyataan. Aku tidakberharap banyak. Takut kecewa. Lega rasanya hati ini saat atasanku menyampaikan keputusan rapatpimpinan untuk tetap memberikan bonus meski kondisi bisnis saat itukurang menggembirakan. Suka cita itu bertambah setelah mengetahui besarbonus sebanding dengan tahun sebelumnya. Alhamdulillah, terbayang bonusitu melebihi ongkos haji kami. Pak Ustadz itu benar!!! Ya Allah, telah Engkau cukupkan rezeki untuk biaya perjalanan haji kami.Maka karuniakan pula kepada kami keselamatan dalam perjalanan,kelancaran segala urusan, dan yang terpenting karuniakan kepada kamikekhusyukan selama peribadatan. Lindungi pula harta dan keluarga yangkami tinggalkan. Salam untukmu wahai Nabi? Perjalanan haji dimulai menyelesaikan ritual sholat Arbain dan berziarahke tempat-tempat bersejarah di Madinah. Roudoh, wilayah sempit antaramakam dan mimbar Nabi, sebagai tempat ijabah berdoa menjadi incaran parajamaah. Aku memutuskan untuk mengunjungi Roudoh di malam hari. Allahmengabulkan doaku. Tepat jam 2:30 aku terbangun, lalu mandi dan memilihpakaian bersih terbaik. Sepanjang jalan menuju masjid Nabawi dan Raudohaku berdoa dan banyak mengirim sholawat untuk Nabi. Sepagi itu kulihatbanyak orang berduyun ingin masuk Roudoh. Aku ikut antri. Informasi yangkuketahui Roudoh ditandai dengan karpet putih. Ketika merasa karpet yangdiinjak berwarna putih, aku bertanya kepada seorang jamaah untukmenghilangkan keraguan. "Excuse me brother, where is Roudoh?" "This is Roudoh! Shalat here two rakaat." Jawab laki-laki itu sangatbersahabat sambil memberikan tempatnya kepadaku untuk sholat. Saatselesai sholat dan berdoa, aku mendengar suara riuh askar yang melarangorang sholat di sekitar makam Nabi. Demikian kuat Islam menolak syirik. Aku ingin mendekat menuju mimbar untuk sholat dan berdoa sekali lagi.Dengan perlahan berjingkat melewati celah sempit jemaah yang sedangsholat atau duduk. Dari arah berlawanan, nampak seorang laki-laki inginkeluar. Ia juga harus melewati barisan jemaah. Tiba-tiba badannya agakoleng, hampir terjatuh. Alhamdulillah, lengannya dapat kutahan supayatidak jatuh. Aku tidak persis ingat mukanya, namun laki-laki itumengecupkan tangan kanan di bibirnya. Nampak berdoa. Kemudian iamenempelkannya tangannya di dadaku. Kenangan yang tidak terlupakan.Sebab ketika mengunjungi lagi Roudah, ada tangan yang menahanku agartidak terjatuh. Barangsiapa mengerjakan kebajikan dengan penuhkeikhlasan, maka Allah tidak pernah menyia-nyiakan amalannya. "Suara-Suara" Itu Kembali Terdengar Jemaah haji senantisa kembali dengan cerita-cerita yang sering kalitidak masuk akal. Sahabat pembaca, sadarilah pengalaman mereka adalahkesaksian spiritual yang memantapkan keimanan. Boleh jadi pengalaman ituterdengar memalukan. Tetapi nikmatilah. Sebab itu teguran Allah didunia. Pasti lebih ringan ketimbang di akhirat. Dan aku hanyalahmenambah koleksi kesaksian itu. Kesaksianku adalah kembali mendengar 'suara-suara'. Patut kuingatkan'suara-suara' itu bukan produk akustik yang dapat didengar setiap orang.'Suara-suara' itu melintas di dalam hati dalam bentuk dialog maupunteguran. ?Suara? itu mengurai hikmah di balik peristiwa, menjawabpertanyaan kritis, atau menyertai diri menghalau ketakutan. "Suara" itusangat kuat saat menjalani ibadah tawaf. Teguran Allah: Jangan Menunda Berbuat Baik Saat itu kami telah mengenakan busana ikhrom. Baru tiba di sebuahpenginapan di Mekkah dekat kawasan Pasar Seng dari miqot Bir Ali.Badanku terasa letih. Selain perjalanan cukup jauh dan lalu lintasMekkah padat, jemaah harus memindahkan koper yang cukup berat. Sebagaiyang pertama kali masuk kamar, aku merasa mendapat hak memilih tempattidur yang paling menyenangkan. Kamar itu memuat lima tempat tidur,empat di antaranya bertingkat dua. Jadi tidak salah bila aku memilihtempat tidur tunggal. Aku merebahkan diriku sejenak, melepaskan penat.Sayup terdengar satu per satu teman-temanku datang. Ada yang bergembiramendapat dipan bawah. Namun ada yang berceloteh sebab mesti menempatidipan atas. Kulirik yang terakhir datang adalah seorang kakek yang harusmenempati dipan atas terakhir. Dan terjadilah konflik bathin. Haruskahaku memberikan tempatku? Karena merasa letih aku memutuskan untuk menunggu sampai teman-temankusaja yang menempati dipan bawah rela memberikan tempatnya. Tiba-tiba akumerasa mual. Dan muntah tak terkendali muncrat mengotori sepre. Tibatibaterdengar ?suara?: "Mengapa kamu seperti itu, padahal kamu sudahmengenakan ikhrom?" Segera aku istigfar. Ya Allah, ampunilah perbuatan buruk hambaMu.Muntahku tidak kunjung reda. Istriku datang menghampiri setelahdiberitahu kondisiku. Kepadanya kubisikkan bahwa aku sedang ditegur.Akhirnya kuputuskan untuk membersihkan tempat tidurku dan memberikannyakepada sang kakek. "Pak, pindah saja ke tempat saya. Tetapi maaf yah,tempatnya agak kotor kena muntah." Usulku sambil sambil membuka sepreeuntuk dipindahkan. "Terima kasih Mas, nggak apa-apa kok. Tempatnya masih bersih." Sangkakek itu menyetujui tawaranku. Namun, rasa mualku belum reda. Rasa malubertambah ketika hampir semua jemaah sudah berangkat tawaf umrah danpimpinan rombongan berkata: "Wah kalau Mas Budi masih sakit, tawafumrahnya bisa diundur besok saja." Tidak ada lain yang dapat kukerjakankecuali memperbanyak istigfar. Sementara istri dengan setia menggosokminyak angin di sekitar leher dan dada. Secara berangsur badan terasasegar. Dan aku putuskan ikut rombongan terakhir untuk tawaf umrah. Ada rasa takzim saat pertama kali memasuki pintu Babus Salam MasjidilHaram. Alhamdulillah, aku bisa melihat masjid itu. Teringat ceritaseorang karibku yang lebih dulu pergi haji. Ada salah satu anggotajemaahnya yang tidak bisa melihat masjid sebesar itu. Jemaah itu barubisa melihatnya setelah istigfar beberapa kali. Karena pelataran utamapadat sekali, kami memutuskan untuk tawaf di lantai dua yang lebihlowong. MasyaAllah!!! Aku yang dikira kurang sehat ternyata mampu tawafdengan semangat. Bahkan sering ditegur karena berada jauh di depanmeninggalkan rombongan. Pimpinan rombongan kaget, "Lho, tadi Mas Budikelihatannya sakit. Kok sekarang nampak sehat sekali?" Allah tidak saja Maha Pengampun, Allah membalas kebaikan dengankebaikan. Aku mendapat ganti tempat tidur yang lebih baik. Lebih empuk,lebih dekat ke kamar mandi dan kamar makan. Juga ada jendela kacasehingga aku bisa melihat kondisi jalan di luar. Subhanallah. Teguranitu pelajaran seumur hidupku.Tidak ada rasa malu sedikitpun untukmenceritakannya kepada siapapun. Berbuat baik jangan ditunda-tunda! Tawaf Latihan Berislam Buku Haji karangan Dr. Ali Syariati - semoga Allah membalas kemurahannyamembagi ilmu - menegaskan jemaah haji hendaknya berlaku pasif selagitawaf. Pasif dalam kepasrahan sepenuhnya mengikutisimulasi gerak objek semesta di dalam orbitnya masing-masingmengelilingi pusat semesta. Pasif seperti elektron berotasi seputar intiatom. Pasif seperti aliran sungai menuju samudera. Jemaah harusmenghindari lonjakan ekspresi hawa nafsu yang menimbulkan gesekan ataumembuat diri terlempar keluar orbit. Pasrahkan jiwa sepenuhnya di dalamgenggaman pengaturan dan pewalian Allah. Leburlah diri di dalampenghayatan doa yang melantunkan kepapaan hamba di hadapan Allah, RabbSemesta Alam Yang Maha Perkasa dan Maha Agung. Aku memperingatkan istriuntuk disiplin menghayati makna tawaf itu. Ketika memulai tawaf haji,kami memutuskan untuk mendekap sikut sebab kuatir tidak sengaja menyikutorang lain. Pandangan kami lebih sering tertumpu ke lantai. Bila adabarang yang dapat mengganggu, seperti tissue atau peniti, kami pungutsembari berdoa: "Ya Allah, sebagaimana hambaMu membuang halangan ini,maka hilangkan pula halangan dalam perjalanan hidup hamba." Kamibergerak mengambang mengikuti arus. Pada putaran keenam kami terdorongmendekati bangunan Kabah hingga menempel di dindingnya. Alhamdulillah,aku tetap diberikan disiplin memperingatkan diri sendiri dan istri,?Ingat, ini hanya batu bangunan biasa. Tidak memberikan mudharat ataumanfaat. Kalau ingin menyentuhnya, sentuh saja sekarang tanpa mengharapapa-apa.? Kami menempelkan tangan sekali di dinding Kabah. Lalumelanjutkan tawaf. Kesempatan Mencium Hajar Aswad Melewati Rukun Yamani, kami melihat banyak orang berebut ingin menciumHajar Aswad. Dalam hati aku merintih, "Ya Allah, tentu saja hambaMu iniingin mengikuti sunah rasulMu mencium Hajar Aswad. Namun bila untuk itukami harus menyakiti orang lain, kami tidak mau." Terdengar 'suara',"InsyaAllah, engkau akan diberikan kesempatan mencium Hajar Aswad."Tangan kananku tak terkendali bergerak sehingga terkecup bibir. Akusampaikan pesan 'suara' itu kepada istriku Adelina yang rapat memegangpinggangku. Kami terus ikut mengambang mendekati Hajar Aswad. Ketikajaraknya semakin mendekat, kulihat seorang mengambil tongkat dari balikgamisnya. Aku kaget. Untuk apa tongkat itu? Ketika memperhatikanorang-orang saling berebut, aku sempat histeris dan memperingatkan semuaorang dalam bahasa Indonesia dan Inggris, "Jangan menyakiti orang disini. Don't hurt anybody here!" Teriakku lantang beberapa kali. Situasi tidak membaik. Akhirnya aku kembali membathin. "Ya Allah,hambaMu ini tidak ingin mencium Hajar Aswad sebab nanti akan menyakitiorang lain." Kami kemudian terdorong keluar mendekati Maqom Ibrahim dansudah memulai putaran ketujuh. Terakhir! Ya, itu putaran terakhir. Jaditidak mencium Hajar Aswad adalah ketentuan Allah. Kami pasrah. Tiba-tiba aku teringat bahwa tempat sesuci ini tentunya dijaga olehbanyak Malaikat. Lalu kucoba membuka komunikasi, meminta mereka untukmendoakan kami. "Wahai para Malaikat yang menjaga tempat ini, tidakkahkalian ketahui bahwa selama ini aku selalu mengakui keberadaan kaliandengan berdzikir kepada Allah. Dengan membacakan ayat suci Al Quran yangmengabadikan pernyataan kalian pada saat-saat awal penciptaan Adam."Sepulang haji sering kurenungkan mengapa kata ?kalian? terpilihdigunakan kepada Malaikat yang suci? Rasanya pilihan kata itu arogan.Apakah kata itu terpaksa kupilih sekedar untuk mendudukkan keistimewaanmanusia dibanding Malaikat di hadapan Allah? Setelah membaca ?super-istigfar? aku lalu melafazkan Al Baqarah ayat 32yang memuat pengakuan para Malaikat. "Subhanaka laa ilmalanaa illa maaallam tanaa innaka antal 'alimul hakiim." Maha Suci Engkau. Tidak adayang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Terdengar kembali suara, "Bersabarlah sebentar di sini." Tidak ada lagiyang kukerjakan kecuali bersabar. Tidak memaksakan diri. Tenang-tenangsaja menunggu giliran. Kami semakin mendekati Hajar Aswad. Terlihat duaorang wanita tipikal Timur Tengah. Salah satu dari keduanya berteriaklantang kepada orang-orang sekitar. Mungkin mereka mengharapkan paralaki-laki memberi mereka kesempatan mencium Hajar Aswad. Rasanya tidak terduga kami sudah berada tepat di depan Hajar Aswad.Kucermati penampilannya. Nampak banyak tonjolan seperti batu bopeng.Tanganku bergerak mengusap. Dingin. Tak terasa istimewa. Aku tidakmenciumnya. Mungkin karena tadi tanganku telah kukecup. Kemudian kumintaistriku untuk menciumnya. Dia kaget dengan kesempatan ini. Dia nampakragu dan memberikan dulu kesempatannya kepada dua orang wanita tadidengan bahasa Inggris seadanya. "Sisters, kiss, kiss." Kedua wanita itumencium Hajar Aswad bergantian. Istriku tetap bengong menatap HajarAswad. Suatu kesempatan yang sangat langka mengingat demikian banyaknyaorang di situ. Waktu serasa berhenti untuk kami. Hingga aku terpaksaberteriak, "Adek, cepat cium!" Lalu istriku menciumnya. Dua kali. Akumelihat seorang di depan kami berteriak lantang menunjuk ke arah kami."Barkah?barkah? barkah!" Oh, anak-anak kami. Pahamilah kesaksikan ini sebagai tanda keberadaanTuhan kita. Berislam sesungguhnya mendidik jiwa menghayati ketentuan danpewalian Allah sajalah yang terbaik. Ya Allah, karuniakan kepada kamilebih banyak kesaksian nikmatnya hanya menjadi hambaMu. Doa Di Depan Multazam Setelah Hajar Aswad kami mendapat kesempatan berdoa di depan Multazam,pintu Kabah yang terbuat dari emas. Tempat terbaik untuk berdoa. Allahkembali menjaga disiplin kami. Dengan penuh keharuan, aku berseru sambilmenunjuk Multazam, "Kami tidak datang ke sini untuk melihat gedung ini.Tetapi kami ingin bertemu dengan Pemiliknya!" Rasa haru semakin meliputi dada. Air mata hangat menetes mengaliri pipi.Merasakan kenikmatan itu sebagai pertanda penerimaan Pemilik rumah tuaitu. Namun masih tersisa keraguan. "Ya Allah, jangan sampai air matayang mengalir ini dari seorang yang munafik. Karena seorang munafikmenitikkan air mata dengan menggersangkan hatinya." Sahabat, kenikmatan saat itu tidak terbelikan uang. Air mata tumpahsemakin deras. Sementara dada terasa terangkat mengembang. Nikmat.Tenang. Damai. Tak terlintas kuatir atau cemas. Ya Allah, hambaMu datangmemenuhi panggilanMu. Kupanjatkan doa dengan terlebih dahulu memohon ampun atas segala dosadan kesalahanku selama ini. Termasuk atas kebodohanku meminta sesuatuyang tidak pantas. Tidak pantas dalam ilmuNya. Tidak sesuai dengan yangtelah ditetapkanNya untukku. Begitu puas rasanya berdoa di situ. Aku mensyukuri nikmat bimbinganAllah selama ini. Musibah yang mengguncangkan jiwa selama ini reaksiterhadap dekapan kasihNya. Guncangan itu membuka mata bathin yang selamaini tertutup deru amarah, bujukan syahwat, dan prasangka buruk kepadaAllah. Aku juga mensyukuri menerima undanganNya menunaikan haji. Di depan Multazam itu, aku menyebutkan kembali satu per satu "empatkata" yang selama ini ?diperdengarkan? kepadaku: "Bersih, Sabar, Syukur,Ilmu." Empat kata yang menadai pintu-pintu hikmah. Hanya diperlukan satukunci untuk dapat memasuki semua pintu hikmah: Cinta! Dapatkan Cinta Allah dengan mencintai makhlukNya. Kami berdoa agar Allahmenjaga mahligai rumah tangga kami. Membimbing kami sebagai orang tuayang diberi amanah mendidik anak keturunan menjadi hambaNya yangbertakwa. Tentu saja, ada juga permintaan khusus untukanak-anak kami yang tidak ingin kuceritakan di sini. Sekembali keIndonesia, aku menjaga empat kata tersebut dengan menjalankan sholatDhuha empat rakaat setiap pagi sebelum berangkat ke kantor. Rakaatpertama, selesai Fatihah, aku membaca ayat yang berkenaan dengan?Bersih?. Rakaat kedua ?Sabar?, ketiga ?Syukur? dan terakhir ?Ilmu?. Sholat di Hijr Ismail Setelah itu kami menuju Hijr Ismail untuk sholat. Alhamdulillah kamimendapat tempat yang baik untuk sholat. Kamipun berdoa untuk diri kamisendiri. Dan juga menyampaikan doa pesanan teman-teman. Di tempat iniberdoa lebih leluasa. Bisa lebih lama. Hijr Ismail adalah bagian daribangunan Kabah. Jadi tidak sah dijadikan tempat tawaf. Setelah puas,kami memberikan tempat kepada jemaah lain agar mereka juga mendapatkeleluasaan menunai sholat dan berdoa. Puas Meminum Air Cinta Kasih Selesai berdoa di Hijr Ismail, kami mengikuti arus putaran tawaf hinggadapat keluar dengan mudah. Lalu bersiap sholat menghadap Maqom Ibrahim.Setelah itu kami bersiap menuju Sumur Zam Zam. Ketika hendak menujuSumur aku membathin bahwa kami akan meminum air sebagai penghargaanAllah untuk ikhtiar cinta kasih seorang Ibu Hajar mempertahankankehidupan bayinya Ismail. Belum jauh masuk ke daerah Sumur, tiba-tibaada orang yang selesai minum keluar sehingga aku langsung mendapatkantempat minum. Di situ aku minum sepuasnya air yang sejuk itu. Termasukmembasuh muka dan kepala. Setelah itu keluar, menunggu istriku Adelinaselesai meminum air Zam Zam di bilik kaum perempuan. Bersihkan Niatmu Sesampai di penginapan, kami bertukar pengalaman. Kami menceritakankepada teman-teman kemudahan mencium Hajar Aswad. Seorang temanmenceritakan 'kegagalannya' mencium Hadjar Aswad. Padahal, saat itu diasudah demikian dekat. Ketika itu dia merasa badannya dengan ringandiangkat ?seseorang? menjauhi Hajar Aswad. Kepada kami dia mengakuisempat mempunyai niat kurang baik saat ingin mencium Hajar Aswad. Sai': Kuatkan Dirimu Dalam Beriktiar Berbeda dengan tawaf yang pasif, ketika menunaikan Sai jemaah harusaktif menguatkan ikhtiar. Kewajiban setiap muslim hanyalah berikhtiarsekuatnya. Jangan mengharapkan hasil lebih dulu. Sebab mengharapkanhasil setara menabur bibit kekecewaan yang engkau akan tuai apabilaharapanmu tidak tergapai. Kuatkan ikhtiarmu, engkau akan menjadi seorangprofesional dalam bidangmu. Hargai anakmu berdasarkan disiplinnyamengerjakan tugas, bukan dari nilai yang dia peroleh. Hargai kegigihanikhtiar suamimu mencari nafkah, bukan besar uang yang dibawanya pulang. Alhamdulillah Sai dapat kami tunaikan dengan lancar. Seorang temanmenceritakan ?teguran? untuk istrinya saat Sai. Sang istri terlepas daripegangannya. Seolah hilang tertelan di antara kerumunan orang banyak.Sang istri dijumpanya kembali di penginapan dalam keadaan menangis.Temanku menceritakan langsung bahwa kejadian itu hanya terjadi seketika.Beberapa detik saja. Dia tidak menemukan istrinya di daerah Sai. Jumrah: Melempar Kejahatan Dalam Dirimu Rangkaian ibadah yang cukup berat adalah melempar jumrah. Sebabseringkali, jemaah yang kurang memahami hakikatnya berdesakan hinggamemakan korban. Buku "Haji" Ali Syariati mengupas secara mendalam maknamelempar jumrah. Ketiga berhala yang dilempar melambangkan tiga atributAllah (Rabb, Maalik dan Ilah) yang ingin dimiliki makhluk. HayatilahSurat Al Fatihah dan An Nass, pembuka dan penutup Al Quran. Keduanyamemuat kesepadanan ketiga atribut Allah diatas. Ingatlah, sesungguhnyakita melempar kejahatan syetani yang ada di dalam diri kita. Jangansampai justru kita yang meragakan syetan, melempar dengan penuh nafsu. Aku berdoa kepada Allah untuk memberikan keselamatan dan kemudahan saatmengerjakan rangkaian ibadah ini. Aku berkonsentrasi menghayati keduasurat diatas, banyak beristigfar, dan menunggu bimbingan. Kembali"suara" itu terdengar menunjukkan jalan, belok kiri atau belok kanan.Setelah menunaikan lemparan salah satu jumrah, kami menepi untuk berdoa,bersyukur kepada Allah. Tidak terlupakan saat "suara" itu menyuruhku berhenti padahal kulihatada jarak untuk masuk mendekati Jumrah Aqobah. Tiba-tiba aku merasamengerti maksudnya. Jarak itu berguna untuk menyelamatkan jemaah yangberada di depan dari tekanan orang yang datang. Seorang jemaah yangingin keluar memelukku. Ia berterima kasih mendapatkan ruangan. Kemudiankami dapat masuk mendekati jumrah. Melempar untuk diri sendiri dananggota jemaah yang berhalangan. Saking dekatnya dengan jumrah, terasabeberapa kali kepalaku menerima lemparan batu kecil. Arafah: Padang Kebijakan Arafah puncak haji. Tidak sah haji tanpa kehadiran di Arafah. Meskimenemukan banyak pepohonan hijau, daerah itu sangat panas. Setelahmendengar kutbah Arafah, kami keluar mencari tempat sendiri-sendiriuntuk merenung. Ada buku doa Arafah milik anggota jemaah yang kubaca.Bagus sekali isinya. Sampai menangis. Lalu buku itu diedarkan untukdibaca jemaah lain. Istriku sangat tertarik dengan buku itu. Sepulanghaji, ia mengcopy beberapa eksemplar untuk dibagikan kepada jemaah calonhaji. Setelah berdoa, aku tertarik memantau kondisi sekitar. Sebagaimana diMina, begitu banyak sampah di Arafah. Terutama bekas makanan dan minumanyang melimpah di tempat itu. Banyak orang berderma membagikan makanankepada jemaah. Aku berdisplin tidak ingin membuang sampah sembarangan.Bila ada kesempatan membersihkan sampah, aku berdoa ?Ya Allah,sebagaimana hambaMu ini tidak ingin mengotori bumiMu yang suci, makasucikan pula hati hamba dari kemusyrikan dan kemunafikan?. Doa Orang Tua Terkabul Begitu banyak kenikmatan yang kami rasakan selama menunaikan ibadahmembuatku bertanya. Mengapa semua kemudahan itu aku rasakan? Pertanyaanitu kuajukan setelah selesai sholat di lantai dua Masjidil Harammenghadap ke Multazam. Terdengar kembali ?suara? itu menjawab: ?Itukarena doa Ibumu...? Sontak aku menangis terharu. Tidak mempedulikan tangis itu bakalterdengar siapa saja. Berkali-kali aku memanggil ibuku. Untuk berterimakasih. Allah menitipkan kasihNya kepada setiap orang tua, terutama Ibu,agar kita mengenal cintaNya. Aku teringat ?kebangkitan? spiritualku awal 1997. Hanyalah doa ibu yangmenyelamatkanku dari goncangan kejiwaan saat pertama kali aku mendengar?suara-suara.? Saat semua orang tidak berdaya dengan masalahku, ibukudatang. Kukatakan kepada beliau bahwa aku sedang mengalami ?sesuatu?.Aku hanya minta didoakan keselamatan. Aku sangat menyakini doa Ibusangat mustajab. Tidak terhalang atau mampu dihalangi oleh syetan atauiblis durjana sekalipun. Ibuku lalu mengajarkan sepasang doa. Doapertama dibaca oleh sang anak. Kemudian dibalas oleh orang tua. Doa itukami senantiasa ajarkan kepada anak-anak kami. Dan Ibuku benar. Setelahdidoakan keadaanku membaik. Kemudian ?suara? itu menjelaskan banyak hal,termasuk kandungan surat Al Fatihah. Peristiwa itu kami abadikan sebagainama putri kami Dina Zahra Fatihah. Dalam keharuan, aku menyampaikan kesaksian kepada Allah bahwa keduaorang tuaku telah menunaikan amanah mereka mendidik anak-anaknya dengansebaik-baiknya. Aku mendoakan kebaikan untuk keduanya. Di sanalah, akuberdoa kepada Allah semoga mudah menghapalkan ayat 23 dan 24 surat AlIsraa? untuk bacaan sholat: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamujangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibubapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanyaatau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, makasekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ?ah? danjanganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataanyang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuhkesayangan dan ucapkanlah: ?Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil?. Sobatku, bacalah dan hafalkan ayat itu dengan tartil. Nikmatilah alunanFirman Allah itu. Resapi pesan moral yang dikandung. Ada awal untukmenghadirkan dan menikmati Tuhan melalui kepandaian kita berterima kasihmenghargai pengorbanan orang tua. Sholat Di Atap Masjid dan Jemaah MesirSaat sholat Jumat kali kedua, aku terlambat datang sehingga sulitmendapatkan tempat yang menyenangkan. Sholat Jumat sebelumnya, akupuntidak memperoleh tempat datar, terpaksa harus berdiri di tangga.Pengalaman pertama kali sholat Jumat yang tidak memungkinkan sujud.Demikian padatnya keadaan Masjidil Haram saat sholat Jumat. "Suara" itu terdengar menyarankan, "Mengapa engkau tidak mencoba sholatdi bagian atap Masjid?" Usulan tidak menarik. Sholat di lantai dekatpintu Babus Salam saja panas, apalagi di atap. "Nggak ah, mana tahan.Terik sekali!" ?Suara? itu kembali menjawab. Malah menantang. "Tidak! Akanmenyenangkan. Ayolah." Kuputuskan mengikuti saran'nya'. Akhirnyaterpilih tempat yang cukup strategis, tetapi tetap saja terpanggangpanas. Lalu kukenakan topi payung dan selendang untuk menahan panas.Tidak berapa lama datang seorang jamaah, yang akhirnya kukenal berasaldari Mesir. Ia membawa payung. Teduh bayangan payung jatuh tepat kearahku, melindungiku dari sengatan panas. Ingin sekali aku mengaji.Tetapi suaraku serak. Sebab sedari selesai Subuh hingga Dhuha akumembaca Al Quran di dalam Masjid. Jemaah Mesir itu membaca Al Quran dengan dialek khas namun bacaannyajelas. Tiba-tiba dia terbatuk. Dengan cepat, kutawarkan permen menthol."Good for your throat" bujukku. Dia menerimanya, tetapitidak memakannya. Ketika ingin membaca surah yang lain, aku memberanikandiri 'memesan' surat Al Mulk untuk dia baca. Dan diapunmembaca dengan baik. Ketika surat Al Mulk selesai, dia kembali batuk. Aku lalu tawarkanKomix. Dia menerimanya. Dan aku kembali 'memesan' surah Ar Rahman. Diamenyetujui, lalu membacanya dengan tartil. Selesai membaca surat Ar Rahman, aku menawarkan dirinya untuk istrirahatminum. Kutunjukkan botol mineral Dua Tang yang aku bawa dari Indonesia.Aku peragakan bagaimana air tidak akan muncrat bila knopnya ditekan danair akan muncrat bila knop ditarik. Kuberikan kepadanya sebagai hadiah.Dia senang sekali. Tetapi sekali lagi kembali "memesan" surah Al Waqiah.Dia kembali dengan suka hati membacanya dengan baik. Selesai dia mengaji, kami ngobrol sebentar. Dia nampak tidak banyakmengerti bahasa Inggris. Ketika dia menyebutkan Egypt, aku menduga diaberasal dari Mesir. Spontan aku berkata: "Oh?Firaun?Firaun." Dia hanyatersenyum simpul membenarkan. Meski pakai bahasa tarzan, suasana menyenangkan. Tidak terasa sengatanterik matahari. Namanya Ahmad. Dia mendoakanku suatu hari dapatmengunjungi negerinya Mesir. Sobat, jangan menyepelekan doa di MasjidilHaram. InsyaAllah, suatu saat aku - malah kudoakan beserta anak mantuku- berziarah ke Mesir. Akhirnya saat sholat Jumat tiba. Ada keraguan panas akan menyengat meskiseorang yang badannya tinggi berada di depanku. Keraguanku tercampakkan,saat semilir angin terasa sejuk membelai kulitku berulang-ulang. YaAllah, janjimu benar. Sholat di atap Masjidil Haram menyenangkan. Sejuk.Dan aku dapat mendengarkan surah yang ingin kubaca pada hari Jumat lewatperantaraan lisan seorang jemaah Mesir. Minuman Hangat Sebelum Tahajjud Aku menguatkan niat untuk Tahajjud di Masjidil Haram. Saat terbangun,aku ingin lebih dulu menyenangkan diri dengan minuman hangat. Teh Susumisalnya. Namun sayang sekali, pemanas air di penginapan kami belumberfungsi. Air masih dingin untuk membuat seduhan. Aku mengharapkandalam situasi dini hari seperti ini masih ada penjual minuman. "Suara"itu kembali terdengar, "InsyaAllah, engkau akan mendapatkan penjualminuman teh susu hangat." Aku melanjutkan langkah menelusuri pertokoan Pasar Seng yang masih sepi.Kucoba memperlambat langkah sembari mengawasi jika ada penjualminuman. Ternyata tidak ada hingga mendekati tangga atas Masjidil Haram.Aku langsung kembali membathin. Tak apalah. Minum air Zam Zam sajacukup. Ketika hendak masuk pintu masjid, aku melihat seseorang melintas sambilhati-hati memegang gelas yang nampak mengepul. Nah, pasti di sekitarsini ada penjual minuman. Lalu kucoba mengikuti jalan yang agak mendaki.Masya Allah, tidak jauh kulihat satu-satunya kedai yang masih buka.Langsung ku hampiri membeli segelas teh-susu. Berhajilah Selagi Muda Ketika kami selesai sholat di lantai dua menghadap Multazam, aku merasaada tangan seseorang yang menyentuh pundakku. Ketika aku menoleh,kulihat seorang bapak yang cukup tua. Tersenyum. Namun tiba-tiba dia menangis. Aku salah tingkah. Mau bertindak apa? Kudekati sajasambil meletakkan tanganku di pundaknya. Seolah merangkul. Aku menungguhingga dia puas menangis. Masih dalam keadaan terisyak, bapak ituberkata: ?Bapak terharu melihat kalian. Masih begitu muda, tetapi sudahmemenuhi panggilan Allah berhaji.? Kami jadi turut terharu. Sembari berusaha keras menutup rapatcelah-celah kesombongan yang ditiupkan syaitan, aku menyarankan supayabapak itu untuk mendoakan semoga anak-anaknya dapat berangkat hajiselagi muda. Bapak itu mengangguk. Dia kemudian menceritakan asal dankondisi anak-anaknya. Ya Allah, mudahkanlah bagi anak keturunannyamenunaikan haji selagi muda. Doa Untuk Pak Sabeni Setelah merampungkan tawaf haji, kami menghubungi bapak mertua diJakarta. Ada kabar duka. Pak Sabeni, supir kami yang baik hatinya,berpulang tiba-tiba. Kami memanjatkan doa untuknya. Aku membacakan SuratYasin khusus untuknya di Masjidil Haram. Semoga Allah mengabulkan doakami, mensejahterakan almarhum di alam barzahnya. Memberi kesabaran dankeikhlasan kepada keluarga yang ditinggalkan. Istriku sangat terkejut.Ia mengenang kebaikan almarhum yang akan menjaga anak-anak kami selamakami menunaikan ibadah haji. Penutup Kami cukupkan penuturan pengalaman haji kami di sini. Penuturan inihanyalah sebagian ekspresi kesyukuran kami kepada Allah. Tidakmengharapkan imbalan dalam bentuk apapun dari siapapun. Kecuali dariAllah. Semoga penuturan ini dapat menjadi pelajaran yang bermanfaat bagicalon jemaah haji khususnya. Rawatlah kerinduan Anda berhaji denganmenyakini haji adalah kewajiban. Niatkan pergi haji dengan menyisihkansejumlah uang tabungan pembuka. Semoga Allah menjadikan perjalanan hajisebagai bagian penting untuk kematangan spiritual kita. Semoga Allahberkenan menunjukkan sebagian tanda-tandakeagunganNya saat Anda berhaji.

Tidak ada komentar: